Thursday 2 December 2010

Jangan bandingkan mereka!

Tiap kali aku mengajak anakku berjalan-jalan,hampir bisa dipastikan anak ketigaku,Zaidan,yang lebih sering mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya.
"Aduh cakepnya,siapa namanya?"
"Eh,ganteng ya.....kok beda sama kakak-kakaknya?"
"Kok bisa beda gini bu?Jangan-jangan dulu ketuker ya waktu di rumah sakit?"
Weiiitz....khusus untuk komentar terakhir,sungguh penghinaan.Hiks!

Biasanya sang kakak yang merasa tak 'semenarik' adiknya akan diam saja atau menyibukkan diri dengan berlari kesana kemari. Entah mendengar atau tidak,tetap saja aku merasa kasihan.Aku biasa menetralisir perasaan mereka dengan menanggapi," Eh,kakaknya juga cakep lho,pinter nggambar lagi.Ya kan,mas?!"
Dengan komentar seperti itu,sang kakak biasanya tersenyum malu-malu dan kutangkap ada kebanggaan di wajahnya.

Tak jarang,kita melakukan hal sama bila melihat ada kakak beradik yang berbeda secara fisik kita temui.
"Kok adikmu lebih putih ya?" atau "Eh,kok bisa beda gini sih,jangan-jangan saudara tiri nih?"
Tetap saja,walaupun maksud kita hanya bercanda,bisa saja komentar kita akan melukai perasaannya.
Aku pribadi punya pengalaman buruk nih tentang masalah banding-membandingkan.Kebetulan warna kulitku tak se'cemerlang' saudara-saudaraku yang lain.Alhasil,tiap kali ada orang yang melihatku sedang berjalan-jalan dengan saudara-saudaraku,terlontarlah ucapan yang kadang sampai sekarang masih kuingat.
"Ih,kok yang satu ini beda sendiri.Paling item hehehe....!"Huwaa.....pengen nimpukin orang itu pakai batu sebakul deh rasanya.Malu,tauuuk....

Dan lontaran-lontaran komentar seperti itu ternyata berimbas pada hubunganku dengan orang lain.Aku merasa minder,tak percaya diri,dan malu bila berhubungan dengan orang lain.Apalagi kalau disuruh tampil di muka umum.Benar-benar nervous....Seringkali aku membandingkan diriku dengan orang lain secara fisik.Menganggap orang yang sempurna secara fisik adalah orang yang paling beruntung di dunia.

Tahukah teman-teman semua, bahwa kebiasaan membandingkan ini bisa membuat seseorang menjadi orang yang tidak percaya diri, tidak menjadi dirinya sendiri dan juga bisa menjadikan dia seorang yang pendendam. Kenapa? Ya karena dia tidak suka melihat orang lain lebih dari dirinya sebab kalau ada orang yang melebihi dirinya, orang tuanya akan membandingkannya dengan orang tersebut. Kalau sudah begini, maka kebencian lah yang akan muncul terhadap orang yg membandingkan dan yang dibandingkan. Efek lain dari membandingkan anak ini adalah bisa menjadikan dia seorang pembohong karena dia akan selalu ngibul bahwa dia memiliki segala kelebihan untuk menutupi kekurangannya itu..

Mau tidak mau, sebenarnya membandingkan anak kita dengan orang lain adalah cerminan dari keegoisan kita, karena kita menginginkan sesuatu pada anak kita dengan cara yang tidak benar. Membandingkan anak sama dengan memaksakan anak untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya, hanya menjadikannya sebagai pantulan dari diri orang lain. Apakah anda mau anak anda menjadi sebuah pantulan dari orang lain?

Ketika ingin membandingkan anak, maka bukan dengan orang lain juga bukan dengan saudara. Bandingkan anak itu dengan dirinya sendiri, bagaimana yang dulu dengan sekarang. Jika anak ada perubahan ke arah positif, maka sesungguhnya nilai yang baik bagi anak. Sebaliknya jika anak mengalami perubahan ke arah yang negatif, maka arahkan agar hal itu tidak terjadi.

 Menurut saya, seorang anak memiliki keunikan dan karakter yang khas, dan kita sebagai orang tua bisa membantu mereka untuk mengembangkannya sehingga anak menjadi lebih percaya diri karena keunikannya itu.

Anak yang berperilaku buruk itu bukanlah dilahirkan, melainkan dibentuk oleh orang tua dan lingkungannya.
- Lilian Spelling, Head Nanny 911

Monday 7 September 2009

Menyambut Gerbang Tiga Puluh Empat....

Tak terasa tahu demi tahun berjalan begitu cepatnya.Menggoreskan berjuta peristiwa yang mewarnai perjalanan hidupku.Ada tangis bahagia.Ada kesedihan mendera.Pun duka nestapa terkadang menghimpit jiwa.Terengah-engah kujalani hari,kadang berjalan sepi,lain hari berlari tanpa henti.Hingga kadang abai dengan banyaknya amanah yang menanti.

Masih saja aku berkutat dengan urusan domestikku.Sementara yang lain sudah mengukir beragam prestasi.....
'Mewakafkan' seluruh hidupnya di jalan Allah.Mengisi setiap detiknya dengan dzikrullah.Dan tak pernah lelah selalu mengingatkan manusia di jalan kebenaran.Sementara aku?Jangankan memperbaiki umat,menata diri saja aku masih kewalahan.Mendidik anak-anakku sendiri pun belum optimal.

Tapi.....
Sampai kapan aku akan berdalih?Dan mencari beribu apologi untuk menghindari 'perniagaan' dengan-Nya?
Sungguh,bila aku menunggu untuk menjadi sempurna untuk ikut berjuang,aku benar-benar akan merugi.Aku tak yakin Allah masih menitipkan banyak kesempatan padaku.Memperbaiki diri dan orang lain haruslah berjalan beriringan.

Maka,aku mengukir dua resolusi di penghujung usiaku ke-34 : menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan menjadi hamba yang semakin bertakwa pada Sang Maha.Dua tujuan yang walau tak mudah untuk dilakukan tapi aku yakin,selama ada tekad pasti Dia akan menguatkan.Bimbing hamba ya,Rabb.....!